Bulan: Oktober 2020

Kompetisi dan Kolaborasi

Sekilas makna kompetisi dan kolaborasi seperti 2 makna yang berlawanan.

Dalam kamus oxford, kompetisi adalah a situation in which people or organizations compete with each other for something that not everyone can have.

Kompetisi bersifat persaingan antar individu/ kelompok untuk memperebutkan suatu hal seperti pengakuan, hadiah ataupun jabatan.

Sedangkan kolaborasi dalam kamus oxford adalah the act of working with another person or group of people to create or produce something.

Kolaborasi merupakan sebuah tindakan kerjasama antar individu/ kelompok untuk membuat atau menghasilkan suatu hal.

Tujuan dari kompetisi dan kolaborasi cukup berbeda. Dimana kompetisi untuk suatu hal yang sudah terlihat, sedangkan kolaborasi untuk suatu hal yang belum ada/ terlihat.

“Namun perlu kita garis bawahi, bahwa masing-masing dari tujuan tersebut akan sulit dicapai jika hanya menerapkan salah satu dari kompetisi ataupun kolaborasi.”

Sebagai contoh:

Kompetisi

  1. Kita ingin dipromosikan untuk naik jabatan, oleh karena itu semaksimal mungkin kita akan berkompetisi dengan rekan kerja kita yang setingkat, berusaha untuk terlihat menonjol sendiri.

    Namun selama proses kompetisi tersebut kita hanya memikirkan pekerjaan kita tanpa memikirkan target unit kerja kita yang harus dicapai. Pada akhirnya hal ini akan menyebabkan rekan kerja atau atasan kita akan segan meminta bantuan terkait pekerjaan unit kerja dan mempengaruhi penilaian dalam promosi jabatan.

    “Dengan menunjukkan kolaborasi yang baik (dengan tetap menjaga kompetisi dalam kualitas kerja), seperti memberi semangat dan sharing knowledge, rekan kerja akan nyaman dengan kita dan sedikit/ banyaknya akan mempengaruhi penilaian untuk kenaikan jabatan.”
  2. Dalam hal memenangkan lomba, tentu persaingan cukup ketat selama lomba. Sehingga komunikasi kita dengan kompetitor cukup terbatas atau sengaja membatasi diri.

    Bentuk kolaborasi yang dapat dilakukan dengan kompetitor adalah dengan bersikap ramah, gelas setengah penuh dan kosong.

    Bisa jadi bentuk dari kolaborasi tersebut memberikan kita masukan untuk improvement selanjutnya, terlepas apakah kita akan memenangkan atau tidak lomba yang sedang diikuti.

Kolaborasi

  1. Bekerja dalam tim tentu cukup memudahkan kita dalam mencapai tujuan, akan tetapi sekedar kolaborasi saja tidak cukup. Jika kita sekedar berkolaborasi tanpa berusaha untuk menumbuhkan jiwa kompetisi, maka hasil pekerjaan kita dalam tim akan biasa saja.

    Berbeda jika kita menumbuhkan jiwa kompetisi dalam kolaborasi tersebut. Kita akan memberikan kontribusi terbaik dalam pekerjaan tim, yang mana akan mempercepat tim dalam mencapai tujuan.
  2. Dalam hal memenangkan lomba antar kelompok, terlepas posisi kita sebagai ketua ataupun anggota, sekedar berkolaborasi saja tidak akan cukup untuk memenangkan lomba.

    “Dengan adanya jiwa kompetisi dalam kolaborasi tersebut, akan menimbulkan suasana proaktif dan inovatif dalam tim yang nantinya akan menghasilkan strategi dan eksekusi yang baik dalam memenangkan lomba.”

Sejatinya tujuan dari kompetisi dan kolaborasi akan sulit dicapai jika kedua hal tersebut dimaknai berlawanan satu sama lain.

“Dengan menanamkan jiwa kompetisi dan kolaborasi dalam setiap aktifitas kita. Maka disamping dapat bekerja sama dengan baik dalam tim ataupun pihak lain, kita juga senantiasa akan selalu meningkatkan kapasitas antar individu agar tidak tertinggal dengan yang lain.”

Cenderung dimanakah kita saat ini antara kompetisi dan kolaborasi?

Cenderung dimanakah Indonesia saat ini antara kompetisi dan kolaborasi?

Apapun itu, yuk mulai tingkatkan jiwa kompetisi dan kolaborasi kita dalam rangka mempersiapkan diri sebagai aset terbaik bangsa untuk menyambut Indonesia emas 2045.

Paham Politik Boleh, Tapi Jangan Terlalu Tercebur

Definisi Politik menurut kamus Oxford adalah

“The activities involved in getting and using power in public life, and being able to influence decisions that affect a country or a society.”

Sederhananya politik adalah aktifitas yang sedikit banyaknya akan mempengaruhi sebuah negara, lembaga ataupun masyarakat.

Lalu, bagaimanakah pandanganmu dengan perpolitikan Indonesia belakangan ini?

“Mungkin diantara kita ada yang geram, ada yang biasa saja, ada yang tidak peduli, ada yang merasa puas.”

Salah satu hal unik dalam pemilu 2019 ini ialah keterlibatan milenial atau kaum muda, baik sebagai tim sukses, juru bicara ataupun calon pejabat untuk tingkat daerah maupun nasional.

Sebuah terobosan yang menunjukkan bahwa anak muda mempunyai kesempatan yang sama dengan politisi senior untuk menjadi pejabat di tingkat daerah maupun negara. Walaupun calon dari milenial yang terpilih jumlahnya tidak banyak.

“Anak muda dinilai mempunyai idealisme, critical thinking dan energi yang banyak dalam menjalankan aktifitasnya. Hal ini tentu menjadi harapan baru bangsa Indonesia terhadap jabatan-jabatan publik yang ada.”

Namun ada 3 hal yang perlu menjadi perhatian kita bersama berkaitan fenomena tersebut, yaitu:

  1. Minimnya Pengalaman di Pemerintahan
    Beberapa faktor yang membuat milenial terpilih sebagai pejabat publik bisa dikarenakan kedekatan dengan ketua umum parpol, memegang posisi penting saat pemilu, mempunyai popularitas yang tinggi, ataupun tim sukses yang sangat baik dalam mengemas dirinya.

    Menjadi pejabat publik sama halnya kita dipercaya oleh publik bahwa kita mempunyai wawasan yang luas dan kemampuan strategic thinking yang baik dalam menyelesaikan permasalahan yang ada.

    Tentu akan menjadi kesulitan yang luar biasa, saat milenial yang belum mempunyai wawasan dan pengalaman yang cukup dalam pemerintahan untuk memberikan masukan ataupun ide. Mungkin pengalaman ketika menjadi pengurus lembaga kemahasiswaan seperti BEM ataupun BPM cukup membantu, tetapi lagi-lagi ketika sudah memasuki konteks daerah ataupun negara, this is a very complicated thing.

    So, tentu menjadi hal yang berbahaya jika membuat keputusan dimana kita belum menguasai hal yang akan kita putuskan. Bisa jadi kita hanya sebagai pendengar yang baik ketika ada rapat pembahasan.

  2. Benturan Arah Kebijakan Partai Politik dan Idealisme
    Tidak dapat dipungkiri, pengaruh partai politik yang telah mengantarkan milenial menjadi pejabat publik terhadap kebijakan yang akan dibuat cukup tinggi.

    Hal ini membuat suka atau tidak suka, milenial harus dapat mengikuti arahan dari ketua umum partai. Tidak sedikit terjadi perbedaan pendapat dengan ketua umum dan terkadang yang menyebabkan milenial ini berganti partai.

  3. Berkarir Sebagai Politisi Sejak Dini
    Dengan bergabung sebagai politisi muda, sama halnya memilih berkarir sebagai politisi hingga akhirnya mencapai posisi tertinggi.

    Menjadi politisi sejak dini dan menjadi politisi setelah berkarir dalam suatu pekerjaan tentu akan mempunyai sensing yang berbeda.

    Berkarir menjadi politisi sejak dini sama halnya kita akan menghabiskan waktu untuk berstrategi agar dapat menaikkan elektabilitas partai politik kita dari masyarakat. Sehingga ilmu yang akan kita kuasai dan perdalam adalah seputar pemasaran, branding dan komunikasi publik.

    Berkarir menjadi politisi ketika sudah mempunyai keahlian dari pekerjaan yang ditekuni selama beberapa tahun, tentunya memberikan keuntungan. Selain dapat memberikan gagasan yang spesifik dan terukur dari permasalahan yang ada, tidak sedikit pimpinan parpol langsung memberikan jabatan strategis pada saat bergabung. Terkadang hal ini cukup membuat iri kader-kader lama parpol tersebut yang belum diberikan jabatan strategis.

Jadi salahkah milenial masuk ke politik sejak dini?

Menurut gw pribadi, Indonesia saat ini lebih membutuhkan gagasan konkrit dari masalah-masalah yang ada, bukan gagasan-gagasan normatif.

“Indonesia perlu berlatih untuk mengindustrialisasi diri agar dapat lebih memasifkan hal-hal yang dapat diekspor ke luar negeri dan juga memperdalam keahlian-keahlian yang dimiliki agar dapat bersaing dengan global.”

Geramkah kita melihat pejabat publik dari partai politik yang hanya memberikan jawaban normatif?

Geramkah kita melihat pejabat publik dari partai politik yang menyampaikan pidato lebih banyak melihat teks?

Geramkah kita melihat pejabat publik dari partai politik yang membutuhkan banyak staf ahli dalam membantu pekerjaannya?

So gais, mari kita membangun kapasitas diri kita sebagai profesional yang ahli dalam suatu bidang. Mulai membiasakan diri untuk mencari solusi sederhana di sekitar kita dengan keahlian kita.

Mengetahui kondisi politik yang ada di Indonesia saat ini memang perlu, namun jangan sampai tercebur hanya karena ingin menjabat sebuah jabatan publik.

“Jadikan pemahaman dari kondisi politik yang ada sebagai bekal kita untuk bermanuver agar gagasan kita untuk Indonesia berdasarkan keahlian yang kita bangun dapat diterima publik.”

Yakin Indonesia di tahun 2045 akan memasuki fase emas dari bonus demografi yang diapat.